Photobucket

#1

Virgiawan Listanto yang akrab disapa Iwan Fals adalah figur yang mempengaruhi jalan hidup saya selama ini. Sejak Taman Kanak-Kanak saya sudah sering didengarkan lagu-lagunya, secara tidak langsung saya sudah ter-influence beliau sejak kecil.

Photobucket

#2 title

Di samping saya adalah Andre Picessa. Bagi saya dia adalah seorang pemain Timnas Futsal yang sangat berkarakter. Bekerja sama dengannya dalam pembuatan iklan rokok dan dapat bermain 1 tim dengannya adalah suatu kebanggaan tersendiri buat saya.

Photobucket

#3

Ini adalah pencapaian terbesar saya selama ini. Mendapatkan Juara 2 dalam Turnamen Futsal Nasional KIT FUTSALISMO 2011 yang disiarkan langsung di Tv One pada tanggal 23 Desember 2011 pukul 15.00 WIB.

Photobucket

#4

Mereka adalah inspirasi saya selama ini. Gambar itu adalah foto dimana Iwan Fals sedang berpose bersama para Pemuda IREMTA (Ikatan Remaja Tanah Baru ). Gambar itu diambil sekitar pertengahan tahun 90-an ketika Pemuda IREMTA bermain sepakbola bersama Iwan Fals.

Photobucket

#5

Ini adalah tim terbaik saya, bukan hanya prestasi yang diutamakan melainkan kebersamaan dan kekeluargaan. Kami disatukan atas dasar perbedaan yang membuat kami semakin bijaksana ketika bermain untuk tim ini.

Sabtu, 22 Oktober 2016

Nasi Uduk Mamah Harun



Gerimis mengguyur minggu pagi saya kali ini, seakan melengkapi rasa malas yang timbul akibat kondisi badan yang terlalu letih karena futsal seharian kemarin. Gegoleran rasanya cukup tepat sambil menonton televisi atau bahkan hibernasi seharian penuh sambil menikmati gerimis yang datang. Pagi ini saya sejenak bangun untuk menikmati sarapan, Hanif langsung bergegas ketika saya minta untuk membeli Nasi Uduk di tempat Mamah Harun. Tidak biasanya memang saya minta dibelikan Nasi Uduk Mamah Harun karena memang cukup jauh dan antriannya juga banyak, biasanya hanya membeli Nasi Uduk disekitaran rumah saja. Namun entah kenapa pagi ini saya ingin mencicipi kenikmatan dari Nasi Uduk Mamah Harun.

15 menit berlalu Hanif sudah kembali ke rumah dengan membawa bungkusan yang sudah saya kenal dengan baik, yupp benar itu adalah bungkusan Nasi Uduk Mamah Harun. Kenikmatan rasanya masih sama seperti dulu, tidak berubah dengan komposisi yang pas dan harga yang cukup ramah bagi warga disekitaran lingkungan kami. Sudah cukup lama saya tidak mencicipi Nasi Uduk ini, mungkin sekitar 1 tahun. Terakhir saya mencicipinya ketika Harun masih duduk di kelas 3 SMP.

Banyak cerita antara saya dengan Nasi Uduk Mamah Harun, Mamah-nya Harun dan juga Harun sendiri. Jujur saya amat menyayangi mereka dan sudah menganggap mereka sebagai keluarga kedua. Harun Zen nama lengkapnya adalah seorang anak yatim, Ayahnya telah meninggal dunia sejak Harun masih kecil. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, Kakaknya adalah Ahmad Zen yang kini berusia 21 tahun dan Adik Perempuannya (lupa nama) berusia kurang lebih 10 tahun. Kami bertemu ketika saya sedang melatih futsal untuk anak usia dini, saya lupa kapan waktu pastinya tapi yang jelas waktu itu Harun masih SD dan masih kecil sekali. Itu semua tidak disengaja, ketika saya melatih anak-anak, Harun sedang menonton dipinggir lapangan bersama teman sebayanya sambil sesekali mempraktekan arahan yang saya berikan. Saya cukup kagum dengan gaya dia yang menirukan arahan saya dan jujur dia memang terlihat punya potensi yang bagus di olahraga futsal. Beberapa kali saya melatih, dia selalu hadir untuk melihat latihan yang saya gelar tiap sore itu, dan kembali harun meniru gerakan arahan yang saya berikan ke anak-anak hingga mencuri perhatian saya.

Pada hari itu juga Harun saya minta untuk ikut bergabung dengan tim saya dan dengan perasaan gembira dia langsung bersedia untuk bergabung dengan tim di sesi selanjutnya. Keesokan harinya Harun datang untuk bergabung bersama tim, agak sedikit tertawa ketika melihat pertama kali dia datang dengan pakaiannya yang kebesaran dan sepatu yang juga agak kebesaran. Sudah saya tebak itu adalah properti milik Kakak nya, Ahmad Zen. Harun adalah anak didik saya yang paling kecil baik dari postur tubuh maupun usia, yang lainnya kala itu sudah duduk di bangku SMP namun harun masih duduk di bangku SD. Agak sulit awalnya buat harun untuk beradaptasi, namun lama kelamaan dengan support dari anak didik yang lain Harun mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan baik.

Sisi lain, menurut saya Harun adalah anak yang baik karena dia selalu mendengarkan kata-kata saya baik di dalam maupun di luar lapangan, hormat dan penurut. Namun ternyata ketika di rumah dia berubah menjadi anak yang sulit diatur, dia sering melawan Kakak atau bahkan Mamah nya. Tidak mau mendengar apa kata Mamah nya dan sering membangkang apabila diberi nasehat. Mamah nya sering datang untuk sekedar curhat tentang perilaku Harun di rumah dan meminta tolong saya untuk memberi nasehat kepada Harun, karena menurut Mamah, Harun hanya bisa nurut kalau saya yang memberi nasehat. Ternyata dia sering bercerita tentang saya kepada Mamah nya, saya juga kaget dan baru tau kalau Harun sering menceritakan saya dan menceritakan apa yang saya sampaikan ketika melatih. Memang ketika melatih saya bukan hanya mengajarkan tentang futsal dan sepakbola, melainkan juga cara tentang hidup. Saya selalu menekankan attitude is everything dan hiduplah untuk selalu membumi.

Ketika ada masalah dengan Harun, Mamah selalu datang untuk sekedar curhat dan meminta tolong untuk memberi nasehat kepada Harun.

Bang Acoy tolong bilangin Harun yaa, belakangan ini dia sholat 5 waktunya bolong-bolong, udah gitu susah dimintain tolong, padahal Cuma disuruh Mamah nya buat nyiapin jualan Nasi Uduk. Tolongg ya Bang Acoy soalnya Harun paling nurut sama Bang Acoy, kalo sama Zen (Kakaknya)  dan Mamah nya yang ada malah ngelawan terus.”

Dan dengan segera langsung saya sampaikan kepada Harun dengan nada yang agak tinggi, bukannya kenapa-kenapa karena ini sudah masuk ke ranah orang tua. Saya harus sedikit tegas, apa lagi Mamah Single Fighter yang mana harus menghidupi ketiga anaknya dengan berjualan Nasi Uduk. Gak kebayang gimana kerasnya perjuangan seorang Ibu untuk terus berjalan mengikuti arus kehidupan dengan beban 3 orang anak.

Kejadian itu terus berulang, mungkin karena memang Harun kurang perhatian dan kasih sayang dari seorang Ayah. Saya paham betul akan hal itu dan itu adalah wajar. Sampai dengan Harun lulus dari SMP (kini Harun kelas 2 SMA) saya selalu mendampingi kehidupannya, saya berperan sebagai seorang Abang dalam hidup Harun. Ketika Harun SMP tiap hari saya yang mengantarnya pergi ke sekolah didaerah bilangan Ciganjur Jakarta Selatan. Pukul 5.45 saya menjemput dia di warung kecil milik Mamah Harun yang tiap pagi berjualan Nasi Uduk. Sambil menunggu Harun mandi saya memesan sebungkus Nasi Uduk untuk bekal saya sarapan di kantor. Disepanjang perjalanan kami selalu bercerita dan bertukar fikiran, Harun jelas menanyakan tentang futsal, futsal dan futsal

“Bang gimana sih bang biar shootingan saya kenceng?”
“Bang fisik saya jelek banget ini, kasih program dong biar saya bisa bagus fisiknya”
“Terus gimana yaa bang biar mental saya bisa bagus kalo ngadepin lawan yang lebih jago?”

Kami selalu bercerita tentang itu dan sesekali saya memberi nasehat kepada Harun agar dia lebih nurut kepada Mamah dan Kakaknya, dan alhamdulillah saya mendapat info dari Mamah kalau Harun sudah banyak berubah tentunya ke arah yang lebih baik. Semenjak Harun masuk SMA kami sudah jarang bertemu karena sekolah Harun mewajibkan siswanya untuk masuk siang. Oyaaa saya cukup bangga bisa memotivasi Harun hingga akhirnya dia bisa masuk ke SMA Negeri di daerah Cinere lohh hehee.

Saya memang bukan seorang Family Men sejati tapi saya banyak belajar tentang hidup dan mencoba untuk memberikan yang terbaik buat orang yang saya anggap patut untuk diberikan itu. Caranya mungkin gak seperti mereka yang sudah terbiasa dengan kehidupan yang baik, saya punya cara sendiri yang mungkin memang tidak terlihat prosesnya tapi berujung pada hasil akhir yang sempurna. Harun adalah sedikit dari banyak orang diluar sana yang butuh perhatian khusus, kadang hal ini dianggap remeh oleh sebagian orang karena banyak yang merasa itu adalah bukan urusannya dan lebih baik mengurusi diri sendiri dan keluarga. Eeh tapi yaa itu kembali lagi ke masing-masing pribadinya sih hehee. Sebenernya banyak banget yang mau ditulis tentang saya dan Harun tapi kayanya gak bakalan abis kalau ditulis disini. Nanti laah yaa kita nyambung di tulisan selanjutnya tentang Harun dan keluarganya.

Jumat, 14 Oktober 2016

Seperti Karang, Tenanglah!!



Beberapa tahun belakangan ini saya tertarik dengan sebuah kata yang membuat saya ingin tahu lebih dalam dengan kata ini, karena menurut saya kata ini sering diucapkan oleh banyak orang namun sangatlah sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yuppp itu adalah kata “tenang” yang sering kali diucapkan oleh banyak orang, pun demikian dengan saya. 

Musisi, penyair hingga guru yang saya sangat kagumi pernah berpesan melalui syair dan lirik lagunya. Indah sekali perpaduan antara kata “tenang” dengan alunan musik yang ditampilkan oleh mereka, seakan mengajarkan kita kalau tenang itu mudah dan bisa diterapkan oleh semua orang.
Diantaranya adalah sebagai berikut :

”Jalani hidup tenang, tenang, tenanglah seperti karang. Sebab persoalan bagai gelombang, tenanglah tenang, tenanglah sayang.” –Virgiawan Listanto

“Hidup senang bukan banyak uang, hidup senang hatinya tenang, hati yang tenang hati yang senang, hati yang senang imannya menang.” –Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

Arti kata tenang secara harfiah itu sendiri adalah diam tidak bergerak, tidak berombak dan tidak gelisah. Namun arti kata itu sendiri masih lah sangat luas kalau dijabarkan secara detail. Implementasinya sangatlah amat rumit bagi saya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya manusia itu gampang emosi dan mudah terpancing hasutan orang lain. Tapi perlahan saya mulai belajar dari arti kata tenang.

Pengalaman mengajarkan saya tentang arti kata tenang, jam terbang memang berpengaruh dengan ketenangan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Saya mulai menerapkan ini dimulai dengan hal kecil, misal ketika bermain futsal yang memang butuh konsentrasi dan ketenangan yang tinggi agar tetap fokus dalam bermain. Nah, dari situ saya mulai menemukan ketenangan dan menjadi pribadi yang lebih baik dalam bermain futsal serta sepakbola. Imbasnya adalah ketenangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, saya mulai tenang dalam menghadapi permasalahan yang tiap hari mampir dalam hidup. 

Pastinya butuh proses, tapi dengan usaha yang sungguh-sungguh saya kira tidak akan terlalu sulit untuk dilakukan. Saya sangat terinspirasi oleh batu karang, dia tetap tenang walau tiap hari diterpa ombak dan badai. Dia tetap menunjukkan dirinya bahwa dia memang sebuah batu karang yang tenang, sabar dan menjadi tempat pemandangan bagi orang yang melihatnya. 

Awalnya artikel ini mau saya beri judul “Filosofi Batu Karang” tapi entah mengapa jadi berubah judul hehehe. Hmmmm apa yaaa, yaa gitu deh. Untuk tenang memang mambutuhkan effort yang luar biasa bagi tiap orang, mencobanya adalah suatu apresiasi tersendiri menurut saya. Coba aj duluu yaaa gaesss, kalo gak dicoba kan gak tauuu. Yukkk kita tenangin diri bareng-bareng, biar adem dan makin kalem. Jadi terlihat lebih elegan dan dewasa pastinya deh hehee.